Prasejarah
Prasejarah atau nirleka (nir: tidak ada, leka: tulisan) secara harfiah berarti "sebelum sejarah", dari bahasa Latin untuk "sebelum," præ, dan historia. Prasejarah manusia adalah masa di mana perilaku dan anatomi manusia pertama kali muncul, sampai adanya catatan sejarah yang kemudian diikuti dengan penemuan aksara. Berakhirnya zaman prasejarah atau dimulainya zaman sejarah untuk setiap bangsa di dunia tidak sama tergantung dari peradaban bangsa tersebut. Sumeria di Mesopotamia dan Mesir kuno, merupakan peradaban pertama yang mengenal tulisan, dan selalu diingat sebagai catatan sejarah; hal ini sudah terjadi selama awal Zaman Perunggu. Sebagian besar peradaban lainnya mencapai akhir prasejarah selama Zaman Besi.
Zaman prasejarah di Indonesia sendiri diperkirakan berakhir pada masa berdirinya Kerajaan Kutai, sekitar abad ke-5; dibuktikan dengan adanya prasasti yang berbentuk yupa yang ditemukan di tepi Sungai Mahakam, Kalimantan Timur baru memasuki era sejarah. Karena tidak terdapat peninggalan catatan tertulis dari zaman prasejarah, keterangan mengenai zaman ini diperoleh melalui bidang-bidang seperti paleontologi, astronomi, biologi, geologi, antropologi, arkeologi. Dalam artian bahwa bukti-bukti prasejarah didapat dari artefak-artefak yang ditemukan di daerah penggalian situs prasejarah.
Definisi: berbagai pendekatan
Prasejarah mengacu pada suatu periode di mana keberadaan manusia masih belum dicatat dalam catatan sejarah.Prasejarah juga dapat mengacu pada semua waktu sebelum keberadaan manusia dan penemuan tulisan.
Konsep "prasejarah" pertama kali muncul pada saat abad Pencerahan dalam pekerjaan kolektor barang kuno yang menggunakan kata "primitive" untuk menggambarkan masyarakat yang telah ada sebelum catatan ditulis.Penggunaan pertama kata dalam bahasa Inggris untuk prasejarah, ada pada Foreign Quarterly Review pada tahun 1836.
Periodisasi
Pembagian zaman
Secara umum, masa prasejarah Indonesia ditinjau dari dua aspek, bedasarkan bahan untuk membuat alat-alatnya (terbagi menjadi Zaman Batu & Zaman Besi), & bedasarkan kemampuan yang dimiliki oleh masyarakatnya (terbagi menjadi Masa Berburu & Mengumpulkan Makanan, Masa Bercocok Tanam, & Masa Perundagian)
Zaman Batu
Zaman Batu terjadi sebelum logam dikenal dan alat-alat kebudayaan terutama dibuat dari batu di samping kayu dan tulang. Zaman batu ini diperiodisasi lagi menjadi 4 zaman, antara lain:
Zaman Batu Tua (Masa Berburu & Mengumpulkan Makanan Tingkat Awal)
Terdapat dua kebudayaan yang merupakan patokan zaman ini, yaitu:
- Kebudayaan Pacitan (berhubungan dengan kapak genggam dengan varian-variannya seperti kapak perimbas & kapak penetak
- Kebudayaan Ngandong (berhubungan dengan Flakes & peralatan dari tulang)
Bedasarkan kebudayaan yang ditemukan, maka dapat disimpulkan ciri-ciri kehidupan pada Palaeolithikum antara lain:
- Masyarakatnya belum memiliki rasa estetika (disimpulkan dari kapak genggam yang bentuknya tidak beraturan & bertekstur kasar)
- Belum dapat bercocok tanam (karena peralatan yang dimiliki belum dapat digunakan untuk menggemburkan tanah).
- Memperoleh makanan dengan cara berburu (hewan) dan mengumpulkan makanan (buah-buahan & umbi-umbian).
- Hidup nomaden (jika sumber makanan yang ada di daerah tempat tinggal habis, maka masyarakatnya harus pindah ke tempat baru yang memiliki sumber makanan).
- Hidup dekat sumber air (mencukupi kebutuhan minum & karena di dekat sumber air ada banyak hewan & tumbuhan yang bisa dimakan).
- Hidup berkelompok (untuk melindungi diri dari serangan hewan buas).
- Sudah mengenal api (bedasarkan studi perbandingan dengan Zaman Palaeolithikum di China, di mana ditemukan fosil kayu yang ujungnya bekas terbakar di dalam sebuah gua).
Zaman Batu Tengah (Masa Berburu & Mengumpulkan Makanan Tingkat Lanjut)
Terdapat dua kebudayaan yang merupakan patokan zaman ini, yaitu:
Kebudayaan Kjokkenmoddinger
Kjokkenmodinger, istilah dari bahasa Denmark, kjokken yang berarti dapur & moddinger yang berarti sampah (kjokkenmoddinger = sampah dapur). Dalam kaitannya dengan budaya manusia, kjokkenmoddinger merupakan timbunan kulit siput & kerang yang menggunung di sepanjang pantai Sumatra Timur antara Langsa di Aceh sampai Medan. Di antara timbunan kulit siput & kerang tersebut ditemukan juga perkakas sejenis kapak genggam yaitu kapak Sumatra/Pebble & batu pipisan.
Kebudayaan Abris Sous Roche
Abris sous roche, yang berarti gua-gua yang pernah dijadikan tempat tinggal, berupa gua-gua yang diduga pernah dihuni oleh manusia. Dugaan ini muncul dari perkakas seperti ujung panah, flakke, batu penggilingan, alat dari tulang & tanduk rusa; yang tertinggal di dalam gua.
Bedasarkan kebudayaan yang ditemukan, maka dapat disimpulkan ciri-ciri kehidupan pada zaman Mesolithikum antara lain:
a. Sudah mengenal rasa estetika (dilihat dari peralatannya seperti kapak Sumatra, yang bentuknya sudah lebih beraturan dengan tekstur yang lebih halus dibandingkan kapak gengggam pada Zaman Paleolithikum)
b. Masih belum dapat bercocok tanam (karena peralatan yang ada pada zaman itu masih belum bisa digunakan untuk menggemburkan tanah)
c.Gundukan Kjokkenmoddinger yang dapat mencapai tinggi tujuh meter dengan diameter tiga puluh meter ini tentu terbentuk dalam waktu lama, sehingga disimpulkan bahwa manusia pada zaman itu mulai tingggal menetap (untuk sementara waktu, ketika makanan habis, maka harus berpindah tempat, seperti pada zaman Palaeolithikum) di tepi pantai.
d. Peralatan yang ditemukan dari Abris Sous Roche memberi informasi bahwa manusia juga menjadikan gua sebagai tempat tinggal.
b. Masih belum dapat bercocok tanam (karena peralatan yang ada pada zaman itu masih belum bisa digunakan untuk menggemburkan tanah)
c.Gundukan Kjokkenmoddinger yang dapat mencapai tinggi tujuh meter dengan diameter tiga puluh meter ini tentu terbentuk dalam waktu lama, sehingga disimpulkan bahwa manusia pada zaman itu mulai tingggal menetap (untuk sementara waktu, ketika makanan habis, maka harus berpindah tempat, seperti pada zaman Palaeolithikum) di tepi pantai.
d. Peralatan yang ditemukan dari Abris Sous Roche memberi informasi bahwa manusia juga menjadikan gua sebagai tempat tinggal.
Zaman Batu Muda (Masa Bercocok Tanam)
Ciri utama pada zaman batu Muda (neolithikum) adalah alat-alat batu buatan manusia sudah diasah atau dipolis sehingga halus dan indah. Alat-alat yang dihasilkan antara lain:
- Kapak persegi, misalnya beliung, pacul, dan torah yang banyak terdapat di Sumatra, Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Maluku, Sulawesi, Kalimantan,
- Kapak batu (kapak persegi berleher) dari Minahasa.
- Perhiasan (gelang dan kalung dari batu indah) ditemukan di Jawa,
- Pakaian dari kulit kayu
- Tembikar (periuk belaga) ditemukan di Sumatra, Jawa, Melolo (Sunda)
Manusia pendukung Neolithikum adalah Austronesia (Austria), Austro-Asia (Khamer-Indocina)
Kebudayaan Megalith
Antara zaman neolitikum dan zaman logam telah berkembang kebudayaan megalith, yaitu kebudayaan yang menggunakan media batu-batu besar sebagai alatnya, bahkan puncak kebudayaan megalith justru pada zaman logam. Hasil kebudayaan Megalith, antara lain:
- Menhir: tugu batu yang dibangun untuk pemujaan terhadap arwah-arwah nenek moyang.
- Dolmen: meja batu tempat meletakkan sesaji untuk upacara pemujaan roh nenek moyang
- Sarchopagus/keranda atau peti mati (berbentuk lesung bertutup)
- Punden berundak: tempat pemujaan bertingkat
- Kubur batu: peti mati yang terbuat dari batu besar yang dapat dibuka-tutup
- Arca/patung batu: simbol untuk mengungkapkan kepercayaan mereka
Zaman Logam (Masa Perundagian)
Pada zaman Logam orang sudah dapat membuat alat-alat dari logam di samping alat-alat dari batu. Orang sudah mengenal teknik melebur logam, mencetaknya menjadi alat-alat yang diinginkan. Teknik pembuatan alat logam ada dua macam, yaitu dengan cetakan batu yang disebut bivalve dan dengan cetakan tanah liat dan lilin yang disebut a cire perdue. Periode ini juga disebut masa perundagian karena dalam masyarakat timbul golongan undagi yang terampil melakukan pekerjaan tangan. Zaman logam di Indonesia didominasi oleh alat-alat dari perunggu sehingga zaman logam juga disebut zaman perunggu. Alat-alat besi yang ditemukan pada zaman logam jumlahnya sedikit dan bentuknya seperti alat-alat perunggu, sebab kebanyakan alat-alat besi, ditemukan pada zaman sejarah. Zaman logam di Indonesia dibagi atas:
Zaman Perunggu
Pada zaman Perunggu/disebut juga dengan kebudayaan Dongson-Tongkin China (pusat kebudayaan ini) manusia purba sudah dapat mencampur tembaga dengan timah dengan perbandingan 3: 10 sehingga diperoleh logam yang lebih keras.
Alat-alat perunggu pada zaman ini antara lain:
- Kapak Corong (Kapak perunggu, termasuk golongan alat perkakas) ditemukan di Sumatra Selatan, Jawa-Bali, Sulawesi, Kepulauan Selayar, Irian
- Nekara Perunggu (Moko) sejenis dandang yang digunakan sebagai maskawin. Ditemukan di Sumatra, Jawa-Bali, Sumbawa, Roti, Selayar, Leti
- Benjana Perunggu ditemukan di Madura dan Sumatra.
- Arca Perunggu ditemukan di Bang-kinang (Riau), Lumajang (Jawa Timur) dan Bogor (Jawa Barat)
Zaman Besi
Pada zaman ini orang sudah dapat melebur besi dari bijinya untuk dituang menjadi alat-alat yang diperlukan. Teknik peleburan besi lebih sulit dari teknik peleburan tembaga maupun perunggu sebab melebur besi membutuhkan panas yang sangat tinggi, yaitu ±3500 °C.
Alat-alat besi yang dihasilkan antara lain:
- Mata Kapak bertungkai kayu
- Mata Pisau
- Mata Sabit
- Mata Pedang
- Cangkul
Komentar
Posting Komentar